Alat – alat Untuk Menentukan Posisi Bintang
A.
Alat
– alat Untuk Menentukan Posisi Bintang
Zaman dahulu,
para pelaut, kafilah atau penghuni gurun pasir mempunyai tradisi tersendiri
untuk menentukan arah atau navigasi agar tidak mudah tersesat. Pelaut yang
berada di daerah Lintang utara bumi (misalnya Eropa) lebih mudah menentukan
arah utara dengan mengamati bintang Polaris, bintang terang yang terletak
hampir persis di kutub utara.
Bila hendak
berlayar ke Samudera luas, navigatornya mengukur ketinggian Polaris dari tempat
pemberangkatan. Ketika kembali, mereka hanya perlu berlayar ke utara/ selatan
saja sampai mencapai sudut ketinggian Polaris yang sama, kemudian belok ke
kiri/ kanan dengan tetap menjaga sudut Polaris.
Alat – alat yang
digunakan untuk menentukan posisi bintang adalah :
1. Kamal
Orang
Arab mungkin lebih lihai lagi. Mereka menggunakan lebar dua jari, biasanya ibu
jari dan kelingking. Dengan lengan yang direntangkan, mata membidik horizon di
bagian bawah dan polaris di atas. Perkembangan selanjutnya mereka memakai
seutas tali bersimpul yang disebut Kamal.
Gambar 1. Kamal
2. Kwadran
Pada
sekitar abad ke-9 Kwadran mulai diperkenalkan. Merupakan lempengan seperempat
lingkaran yang di buat dari kayu atau kuningan dan bandul penunjuk. Tepi
lingkaran memuat skala derajat. Bandul penunjuk dengan lubang terfiksasi di
puncak/ ujung seperempat lingkaran.
Gambar
2. Kwadran
Cara
menggunakannya, satu orang mengamati dan membidik benda langit melalui lubang
kecil, sedangkan yang lain mencatat skala yang ditunjuk bandul penunjuk. Pelaut
terkenal, Columbus, dalam
pelayarannya memakai alat ini.
Walaupun
Kwadran mampu mengukur posisi dengan
lebih terpercaya karena sudah memakai skala derajat, namun ada kelemahan paling
mencolok; saat terjadi badai sulit mempertahankan posisi Kwadran dan bandul penunjuknya tetap vertikal.
3. Astrolabe
Instrumen
lain adalah Astrolabe atau "astrolage" yang berasal dari Timur
Tengah. Pada mulanya dipakai untuk menentukan waktu, zodiak dan posisi kiblat.
"Astro" berarti bintang dan
"labe" berarti menentukan.
Dibuat
pertama kali oleh ahli matematika Persia Al Fazari pada abad ke-8 dan mulai
dikenal di Eropa pada zaman khalifah Cordova Spanyol.
Gambar
3. Astrolabe
Astrolabe
adalah suatu alat yang dapat digunakan, baik astronomi maupun astrologi, untuk
memprediksi pergerakan matahari, bulan, planet dan bintang; menentukan waktu.
Selain itu juga untuk menyusun horoskop/perbintangan.
Alat ini terdiri dari cakram berlubang yang disebut mater, sebagai alas dari satu/ lebih
cakram tipis yang disebut tympan atau
climates. tympan berisi gambar yang merepresentasikan langit di atas
horizon.
Disekeliling mater
merepresentasikan waktu. Di atas mater
dan tympan, ada lagi rete, memuat proyeksi eklips dan posisi
bintang. Perputaran rete 360 derajat merepresentasikan perputaran bumi 24 jam.
Sebuah penggaris putar disebut alidade
tertempel dibelakang mater, berfungsi
untuk membidik bintang.
Dari Astrolabe
muslim yang rumit ini kemudian sekitar abad ke-10 dimodifikasi menjadi lebih
sederhana untuk keperluan navigasi. Misalnya Astrolabe buatan Haji Ali dari
Kerbala tahun 1790, dipakai untuk mengetahui waktu terbit dan tenggelamnya
matahari, ketinggian matahari dan bintang. Lebih penting lagi, di pakai untuk
menentukan arah kiblat.
4. Cross staff
Avicenna
(Ibnu Sina) ahli matematika dari persia, telah menulis tentang Cross-staff sekitar abad ke-11 M. Alat
yang menyerupai salib ini merupakan modifikasi dari Kamal. Cara meggunakannya seperti merentangkan busur panah. Bagian
vertikal/ lengan digeser-geser sepanjang tongkat sedemikian hingga Polaris
tampak di ujung atas lengan dan horizon di bawah. Sejak saat itulah mulai
dikenal istilah 'membidik' bintang.
Gambar
4. Cross staff
Konsep
ini kemungkinan masuk eropa ketika Levi ben Gerson, yang bekerja di sekolah
Spanyol di Catalan tahun 1342, menulis tentang instrumen bernama Balestilla
yang berbentuk tongkat dengan lengan geser.
Kelemahan
utama alat ini adalah navigator harus melihat dua arah pada saat yang sama,
matahari/ bintang di ujung atas lengan dan horizon di ujung bawah. Yang kedua,
penggunaan pada siang hari sering menyilaukan mata, maka penggunaan Cross staff mulai ditinggalkan sejak Backstaff/ Kwadran Davis dikenalkan.
Sebagai
tambahan, sekitar tahun 1400-an, Portugis berlayar ke selatan menyusuri benua
Afrika selanjutnya menuju ke Asia. Karena berada di belahan bumi selatan, maka
bintang Polaris tidak kelihatan, jadi mereka mencari cara lain untuk menentukan
posisinya. Seorang navigator bernama pangeran Henry, tahun 1480, menentukan
posisi berdasarkan pergerakan matahari dan perbandingan sudutnya dari utara dan
selatan, yang kemudian dikenal dengan nama deklinasi.
5. Davis quadrant atau Backstaff
Davis quadrant atau Backstaff,
instrumen yang dibuat oleh John Davis, kapten Inggris, pada tahun 1594.
Backstaff terdiri dari dua buah rangka segitiga, rangka besar dengan skala 30
derajat, sedangkan rangka kecil 60°. Cara menggunakannya dengan berdiri
membelakangi matahari, kemudian navigator mengamati bayangan matahari yang
jatuh di celah-celah. Penjumlahan skala rangka besar dan kecil menunjukkan
ketinggian matahari. Kelemahan alat ini tidak bisa di gunakan pada malam hari,
karena pengukuran berdasarkan bayangan obyek.
Gambar 5.
Contoh Davis quadrant buatan Walter Henshaw, seorang
pelaut Inggris pada tahun 1711.
6. Octan
Tahun
1731 John Hadley, ahli matematika dari Inggris, mengajukan konsep dua pantulan,
berdasarkan teori sudut sinar datang dan sinar pantul dari Robert Hooke, Isaac
Newton, dan Edmund Halley.
Instrumen
dari Hadley terdiri dari rangka kayu berbentuk seperdelapan lingkaran, dengan
bandul penunjuk di poros/ ujung lancip rangka. Di poros bandul penunjuk
terdapat cermin yang akan bergerak mengikuti ayunan bandul. Cermin kedua,
separo kaca tembus pandang dan separo lagi cermin, terletak di salah satu
rangka kayu.
Prinsip
kerjanya adalah bila sebuah obyek dilihat dari dua kali pantulan, maka
perhitungan sudutnya adalah dua kali lipatnya. Jadi sebuah obyek dengan sudut
90 derajat, maka skala yang ditunjukkan di Kwadran cuma 45 derajat atau 1/8
lingkaran sehingga dinamakan Octan.
Hampir
bersamaan di tempat yang berbeda, Thomas Godfrey, tukang kaca dari Philadelphia
juga menciptakan alat dengan prinsip kerja yang sama.
Karena
untuk pengamatan dengan metode yang disebut Lunar
Distance membutuhkan sudut lebih besar dari 90 derajat, maka Octan diperlebar menjadi 1/6 lingkaran,
namanya menjadi Sextant (a sixth of a
circle) yang bisa mengukur hingga 120 derajat.
7. Sextant
Bagian
utama Sextant, seperti halnya Octan, adalah Kaca-cermin horizon, yaitu
separo kaca tembus untuk melihat horizon secara langsung dan separonya lagi
cermin untuk melihat pantulan obyek langit dari Cermin Index.
Cermin
index, terletak diporos bandul penunjuk angka (dalam derajat), turut berputar
mengikuti bandul penunjuknya. Cermin-cermin ini biasanya berukuran besar, lebih
dari 5 cm untuk memudahkan pencarian obyek langit. Dilengkapi pula dengan
lapisan pelindung sinar matahari/ film demi keamanan mata saat melakukan
pengamatan matahari.
Gambar 6. Sextant
Cara
menggunakan alat ini dengan memegang posisinya secara vertikal kemudian di
arahkan ke horizon/ ufuk. Bidikan ke arah horizon melalui bagian kaca dari
Separo Kaca-cermin Horizon. Pada saat yang sama cermin index diputar hingga
tampak obyek langit 'bertumpuk' dengan garis horizon (sejajar).
Setelah
posisi “bertumpukan” dengan horizon tercapai, secara otomatis bandul (yang
terfiksasi dengan cermin Index) akan menunjukkan nilai sudutnya.
Lebar
Sextant kira-kira 1/6 lingkaran
(Octan lebih sempit; 1/8 lingkaran) dan mempunyai skala 0–120 derajat. Tiap
derajat dibagi lagi menjadi 3 fraksi mewakili 20 menit busur. Sextant profesional dengan skala vernier
bisa mengukur sampai 1 menit busur. Bahkan ada yang mampu mengukur sampai 0,2
menit busur. Karena 1 menit busur = 1 mil nautika (nautical mile) = 1852 meter,
maka tingkat kesalahannya kira-kira 0.2 mil nautika (kira-kira 370 m).
Gambar 7. Sextant
modern
Keuntungan
Sextant:
ü Pengamat
hanya perlu melihat satu arah saja di banding peralatan sebelumnya.
ü Skala
yang ditunjuk mudah difiksasi/kunci dan distabilkan bahkan walaupun diamati
dari perahu yang berjalan atau goncangan angin/ badai. Ini karena cermin index
bisa dikunci setelah “pertumpukan” tercapai.
ü Mudah
di kalibrasi dan disetel ulang.
ü Tidak
memerlukan sumber daya/listrik/batere seperti navigasi modern, misalnya GPS (Global
Positioning system).
8. Chronometer
Pada
tahun 1735, John Harrison mengenalkan Chronometer,
yaitu jam yang diklaim akurat. Dari dasar pemikiran bahwa ketersediaan jam
akurat berdasarkan zona waktu tertentu, navigator akan lebih mudah menentukan
posisi bujurnya di permukaan bumi. Chronometer
pertama kali dibuat dan disetel di Greenwich, Inggris. Tepat tengah hari
ditentukan jam 12.00.
Para
pelaut yang hendak mengarungi samudera selalu mengkalibrasi Chronometernya di
Greenwich. Lama kelamaan menjadi tempat “bengkel” kalibrasi, hingga kemudian
ditetapkan sebagai pusat rujukan semua waktu di bumi, Greenwich Mean Time (GMT)
yang kita kenal sekarang.
9. Horizon Artifisial
Bagaimana
kalau pandangan ke horizon terhalang? misalnya oleh bukit, gunung atau mungkin
gedung bertingkat? Sebagai gantinya navigator memakai horizon artifisial/palsu/buatan, misalnya mangkok berisi cairan.
Air kolam renang juga bisa digunakan asalkan tidak ada angin/riak gelombang,
tetapi yang direkomendasikan adalah Air Raksa.
Gambar 8. Horizon
Artifisial
Sextant
yang memakai horizon artifisial air
raksa mempunyai skala khusus 170 derajat. Air raksa setelah dialirkan ke bak
penampung berfungsi sebagai cermin. Agar “cermin encer” ini tidak bergoyang
diterpa angin harus ditutup dengan tutup khusus; kaca bening yang di bentuk
mirip tenda, untuk menghindari kesalahan baca karena pembiasan media kaca.
Cara
melakukan pengamatan dengan horison artifisial; obyek yang akan diukur dicari
pantulannya di permukaan cairan. Kemudian bidikan Sextant diarahkan ke pantulan obyek langit tersebut. Cermin index
digeser-geser hingga obyek langit dan pantulannya saling bertumpuk. Nilai akhir
adalah skala yang ditunjuk dibagi dua.
Kelemahan
horizon artifisial; tentu saja Sextant biasa tidak bisa mengukur obyek
dengan sudut lebih dari 60° di atas horizon (skala hanya sampai 120 derajat).
Sejak
mulai diperkenalkan hingga pertengahan abad ke-20, Sextant telah menjadi perlengkapan standar navigasi. Modifikasi dan
penambahan dilakukan demi kemudahan dan keakuratan pengukuran. Namun semuanya
tetap memiliki kesamaan prinsip kerja; obyek langit dilihat dari dua kali
pantulan.
Sextant
standar zaman modern dilengkapi lensa astigmatis dan teleskop monokular agar
“pertumpukan” antara obyek langit-horizon lebih akurat. Penggunaan horison
artifisial mutlak diperlukan oleh penerbang dan penyelam. Penerbang memandang
horizon jauh di bawahnya karena posisinya di udara, bahkan di atas awan.
Sebaliknya, penyelam jauh di bawah permukaan air.
Akhir
abad ke-19 muncul inovasi horison
artifisial dengan gelembung udara, dinamakan Balloon Sextant, yang kemudian menjadi perlengkapan standar pesawat
terbang, mulai dari Perang Dunia 1 hingga perang Dunia 2. Hampir bersamaan
waktunya, Nikola Tesla menemukan radio.(Akhun,2007:13-19)
Selain alat-alat untuk menentukan posisi bintang,
ada juga alat-alat untuk mengamati bintang. Contoh alat- alat untuk mengamati
bintang adalah :
1. Teleskop Bias
Rancangan
teleskop bias ini sangatlah sederhana, hanya ada lensa objektif dan lensa
okuler. Kelemahan dari teleskop bias ini adalah aberasi kromatis pada lensa objektifnya dan kesulitan membuat lensa
objektif dengan diameter yang besar.
2. Teleskop Pantul
Komponen
utama teleskop pantul adalah sebuah cermin cekung yang berperan sebagai
objektif. Teleskop pantul sangat membantu untuk mengamati benda langit yang
sangat lemah cahayanya. Akan tetapi, citra yang diperoleh teleskop pantul tidak
terlalu tajam karena diperoleh melalui proses pemantulan sehingga sebagian
cahaya akan terdistorsi.
3. Detektor Cahaya Bintang
Detektor
perekam cahaya bintang yang paling sering dipakai adalah plat potret dan film
yang dipakai sejak awal abad ke-20. Pelat potret adalah pelat kaca yang
dilapisi bahan kimia peka cahaya yang kemudian dipasang pada fokus teleskop
untuk merekam cahaya bintang yang datang
4. Teleskop Ruang Angkasa Hubble
Teleskop
Hubble adalah teleskop pantul tipe Cassegrain dengan diameter cermin utama
2,4 m. Cermin sekunder terletak 4,8 m di depan cermin utama. Cahaya bintang
yang datang di permukaan cermin utama dipantulkan oleh cermin sekunder ke titik
api teleskop yang terletak di belakang cermin utama melalui sebuah lubang yang
terletak di tengah cermin utama.( Amadeus, 2009: 8-13)
B.
Sistem
Kalender Syamsiah
Kalender
syamsiyah/masehi adalah sistem kalender yang perhitungannya didasarkan pada
peredaran bumi mengelilingi matahari dimulai pada saat matahari berada pada
titik Aries. Hal itu terjadi pada setiap tanggal 21 Maret hingga kembali lagi
ke tempatnya semula. Ketika bumi berevolusi, ternyata poros bumi tidak tegak
lurus terhadap bidang ekliptika, melainkan miring dengan arah yang sama
membentuk sudut 66,50. Periode revolusi bumi untuk sekali
putaran membutuhkan waktu sebanyak 365,2425 hari. (Maskufa,
2005:186)
Terdapat
empat kedudukan bumi pada orbitnya, yaitu sebagai berikut:
1.
Tanggal 21 Maret
Pada tanggal
21 maret, matahari tepat berada di khatulistiwa. Sehingga semua tempat di bumi
mengalami siang dan malam dengan waktu yang sama. Dari tanggal 21 Maret sampai
21 Juni belahan bumi Utara mengalami musim semi, sedangkan belahan bumi Selatan
mengalami musim gugur.
2.
Pada tanggal 21 Juni
Pada tanggal
21 Juni, kutub Utara bumi menghadap ke matahari yang seakan-akan berada pada
23,50 LU. Dari tanggal 21 Juni samapai 23 September, belahan bumi
Selatan menjauhi matahari sehingga mengalami musim dingin, sedangkan belahan
bumi Utara semakin dekat dengan matahri sehingga mengalami musim panas.
3.
Tanggal 23 September
Pada tanggal
23 September, baik kutub Utara maupun kutub Selatan bumi berada sama jauhnya
dari matahari yang berada pada khatulistiwa. Dari tanggal 23 September sampai
dengan 21 Desember, belahan bumi Utara semakin menjauhi matahari sehingga
mengalami musim gugur, sedangkan belahan bumi selatan makin condong ke matahari
sehingga mengalami musim semi.
4.
Tanggal 21 Desember
Pada tanggal
21 Desember, matahari seolah-olah berada di 23,50 LS. Dari tanggal
21 Desember sampai dengan 21 Maret, belahan bumi Selatan makin condong ke arah
matahari sehingga mengalami musim panas. Sebaliknya, belahan bumi Utara
mengalami musim dingin karena letaknya semakin jauh dari matahari.
Dari penjelasan di atas, kedudukan matahari seolah-olah bergeser dari khatulistiwa
(21 Maret), ke 23,50 LU (21 Juni), ke khatulistiwa lagi (23
September), ke 23,50 LS (22 Desember) dan kembali lagi ke
khatulistiwa (21 Maret). Gerakan pergeseran seperti itu disebut gerak semu
matahari.
Gerak revolusi bumi (gerak tahunan
bumi) Periode=365,25 hari
(Depag, 2002:40)
Kalender
Masehi yang kita pakai sekarang ini adalah contoh kalender matahari. Kalender
Gregorian mulai dipakai tahun 1852 menyempurnakan Kalender Julian waktu
itu. Dampak dari penyempurnaan ini
adalah melompatnya kalender pada tahun tersebut yaitu Sabtu, 4 Oktober 1582
esoknya langsung Minggu, 15 Oktober 1582. Kalender matahari menggunakan awal
hari dimulai pada tengah malam (midnight) yaitu pukul 00:00. Garis Tanggal
Internasional (International Date Line) berupa garis meridian yang
menghubungkan Kutub Utara ke Kutub Selatan melewati Samudra Pasifik sekitar
Kepulauan Fiji ditetapkan sebagai awal
mulainya hari di seluruh dunia. Satu
tahun kalender matahari adalah 365 hari 5 jam 48 menit 46 detik (365.2422 hari)
atau lamanya waktu satu putaran bumi
mengelilingi matahari. Satu tahun dibagi menjadi 12 bulan ; Januari, Februari,
Maret, April, Mei, Juni, Juli, Agustus, September, Oktober, November dan
Desember. Untuk mengatasi pecahan hari (5 jam 48 menit 46 detik) maka kalender
matahari kadang berumur 365 dan 366 hari setiap 4 tahun sekali. Kalender Masehi
lebih banyak dipakai
di seluruh dunia
termasuk di Indonesia. Kalender ini
menjadi kalender nasional. Kelebihan kalender ini adalah, kesesuaiannya dengan musim. Indonesia, contohnya, biasa
mengalami musim kemarau antara bulan April hingga Oktober dan musim penghujan
pada Oktober hingga April. Karenanya, kalender ini biasa digunakan sebagai
pedoman musim untuk beraktivitas sehari-hari (bercocok tanam, menangkap ikan,
dll). (Saksono,
2007 : 59-60)
a. Sistem Perhitungan Penanggalan Masehi
Sebelum melakukan perhitungan penanggalan masehi, terdapat
ketentuan-ketentuan umum yang perlu diperhatikan dan sistem penanggalan Masehi,
diantaranya yaitu : (Khazin, 2007 : 105)
1.
Tahun Masehi berumur 365 hari ( Basithah, umur
Februari 28 hari) atau 366 hari ( Kabisat, umur Ferbruari 29 hari).
2.
Tahun Kabisat adalah bilangan tahun yang habis
dibagi 4 (misalnya, 1992, 1996, 2000, 2004), kecuali bilangan abad yang tidak
habis dibagi 4 (misalnya, 1700,1800, 1900, 2100 dst). Selain itu adalah basithah.
3.
1 siklus = 4 tahun ( 1461 hari).
4.
Penyesuaian akibat anggaran Gregorius sebanyak 10 hari
sejak 15 Oktober 1582 M, serta penambahan 1 hari pada setiap bilangan abad yang
tidak habis dibagi 4 sejak tanggal tersebut, sehingga sejak tahun 1900 sampai
2099 ada penambahan koreksi 13 hari (10+3).
Contoh:
Tanggal 26 September jatuh pada hari apa? Untuk mengetahui hal tersebut
ditempuhlah langkah pertama dengan mengurangkan angka tahun berjalan dengan
angka 1 kemudian dibagi 4. Langkah kedua, menghitung jumlah hari dari tanggal 1
Januari tahun 1 sampai tanggal dan tahun yang dicari kemudian dikurangi koreksi
Gregorian yaitu 13 hari. Dan langkah ketiga adalah jumlah hari yang sudah
diketahui itu selanjutnya dibagi 7. Angka sisa dari pembagian itulah yang
menentukan nama hari yang dicari, dihitung dari hari Sabtu. Secara lebih jelas,
hal tersebut nampak dalam perhitungan berikut ini:
2003 – 1 : 30 = 500 (daur) sisa 2 tahun
Jumlah hari = 500 x 1461 + 2 tahun x 365 hari + 269 hari – 13 hari
= 730500 + 730 + 269 – 13
=731486
hari
731486 : 7 =104498 sisa 0
Sesuai dengan hasil perhitungan tersebut, maka tanggal 26 September 2003
jauh pada hari Jumat. Ketentuan tarikh Gregorian atau tarikh Masehi gaya baru
itu berlaku hingga saat ini, seperti yang biasa kita lihat di kalender-kalender.
(Muskafa, 2005 : 189)
b. Menentukan Tahun Bashitah atau Kabisat
Untuk menentukan tahun bashitah atau kabisat
dalam sistem kalender syamsiah adalah sebagai berikut : (Ahmad, 2008 : 14)
1.
Tentukan tahun
yang akan dicari kemudian dibagi empat.
2.
Setelah dibagi
4, jika tahun tersebut habis dibagi 4 maka disebut tahun kabisat, dan tidak
habis dibagi 4 maka disebut tahun basithah.
3.
Khusus untuk
tahun-tahun abad, maka harus dibagi 400, jika habis dibagi 400 mka disebut
kabisat, jika tidak habis dibagi 400 maka disebut tahun bashitoh.
C.
Sistem
Kalender Qomariah
Kalender
qomariah adalah kalender yang mengikuti irama siklus fase bulan. Kalender bulan
juga bertaut erat dengan siklus pasang surut air laut. (Ariasti, 1995 : 39)
Dalam
peredarannya, bulan melakukan tiga gerakan sekaligus, yaitu rotasi, revolusi,
dan bersama dengan bumi mengitari matahari. Periode rotasinya sama dengan
periode revolusinya. Akibatnya, muka bulan yang menghadap bulan selalu sama
yakni separuh bagian dan bagian lain tidak pernah menghadap ke bumi. Untuk satu
kali bergerak berputar mengelilingi bumi, bulan memerlukan waktu selama 27 1/3
hari yang disebut satu bulan sideris. Sebenarnya, pada saat tersebut bumi telah
bergerak mengitari matahari sejauh 270. Jadi, bulan harus menempuh
selisih jarak tersebut agar kembali ke posisi semula relative terhadap
matahari. Dengan demikian, selang waktu satu kali revolusi bulan adalah 29 ½
hari yang disebut satu bulan sinodis (qomariah).
Dari
kedudukan bulan yang berbeda-beda menghasilkan bentuk bulan yang berbeda pula
yang disebut fase bulan, yaitu:
a.
Pada kedudukan 1, yaitu pada saat kedudukan matahari,
bulan dan bumi terletak satu garis lurus. Pada kedudukan bulan mulai berevolusi
disebut bulan baru atau bulan muda.
b.
Pada kedudukan 2, separuh bagian bulan yang menghadap
bumi kira-kira hanya seperempatnya yang terkena sinar matahari. Akibatnya, kita
melihat bulan sabit.
c.
Pada kedudukan 3, separuh bulan yang menghadap bumi
kira-kira hanya seperempatnya yang terkena sinar matahari. Akibatnya, kita melihat
setengah bulatan yang disebut kuartir pertama atau bulan separuh.
d.
Pada kedudukan 4, separuh bagian bulan yang menghadap
bumi kira-kira tiga per empatnya terkena sinar matahari. Akibatnya, kita
melihat bulan cembung.
e.
Pada kedudukan 5, separuh bagian bulan yang menghadap
bumi seluruhnya terkena sinar matahari. Akibatnya, kita melihat bulan purnama.
PERUBAHAN
PENAMPAKAN BENTUK BULAN (FASE BULAN)
Kalender Hijriah dibangun berdasarkan rata-rata silkus sinodik bulan kalender lunar
(qomariyah), memiliki 12 bulan dalam
setahun. Dengan menggunakan siklus sinodik bulan, bilangan hari dalam satu
tahunnya adalah (12 x 29,53059 hari = 354,36708 hari). Hal inilah yang
menjelaskan 1 tahun Kalender Hijriah lebih pendek sekitar 11 hari dibanding
dengan 1 tahun Kalender Masehi. Penentuan dimulainya sebuah hari/tanggal pada
Kalender Hijriah berbeda dengan pada Kalender Masehi. Pada sistem Kalender
Masehi, sebuah hari/tanggal dimulai pada pukul 00.00 waktu setempat. Namun pada
sistem Kalender Hijriah, sebuah hari/tanggal dimulai ketika terbenamnya
matahari di tempat tersebut.
Faktanya, siklus sinodik bulan bervariasi. Jumlah hari dalam satu bulan
dalam Kalender Hijriah bergantung pada posisi bulan, bumi dan matahari. Usia
bulan yang mencapai 30 hari bersesuaian dengan terjadinya bulan baru (new
moon) di titik
apooge, yaitu jarak terjauh antara bulan dan bumi, dan pada saat yang bersamaan,
bumi berada pada jarak terdekatnya dengan matahari (perihelion). Sementara
itu, satu bulan yang berlangsung 29 hari bertepatan dengan saat terjadinya
bulan baru di perige (jarak
terdekat bulan dengan bumi) dengan bumi berada di titik terjauhnya dari
matahari (aphelion). Dari sini terlihat bahwa usia bulan tidak tetap
melainkan berubah-ubah (29-30 hari) sesuai dengan kedudukan ketiga benda langit
tersebut (Bulan, Bumi dan Matahari).
Penentuan awal bulan (new moon) ditandai dengan munculnya penampakan
(visibilitas) Bulan Sabit pertama kali (hilal) setelah bulan baru
(konjungsi atau ijtimak). Pada fase ini, Bulan terbenam sesaat setelah
terbenamnya Matahari, sehingga posisi hilal berada di ufuk barat. Jika hilal
tidak dapat terlihat pada hari ke-29, maka jumlah hari pada bulan tersebut
dibulatkan menjadi 30 hari. Tidak ada aturan khusus bulan-bulan mana saja yang
memiliki 29 hari, dan mana yang memiliki 30 hari. Semuanya tergantung pada
penampakan hilal.
Nama-nama Bulan dalam Tahun Qomariah
No
|
Nama Bulan
|
Jumlah Hari
|
1.
|
Muharam
|
30 hari
|
2.
|
Safar
|
29 hari
|
3.
|
Rabiulawal
|
30 hari
|
4.
|
Rabiulakhir
|
29 hari
|
5.
|
Jumadilawal
|
30 hari
|
6.
|
Jumadilakhir
|
29 hari
|
7.
|
Rajab
|
30 hari
|
8.
|
Syakban
|
29 hari
|
9.
|
Ramadhan
|
30 hari
|
10.
|
Syawal
|
29 hari
|
11.
|
Zulkaidah
|
30 hari
|
12.
|
Zulhijah
|
29/30 hari
|
Berikut adalah sejarah (asal-usul) pemberian nama-nama bulan
Hijriah:
1.
Muharam, artinya yang diharamkan yaitu bulan yang
padanya diharamkan berperang (menumpahkan darah) yang terus berlaku sampai awal
datangnya Islam
2.
Safar, artinya kosong/kuning karena pada bulan itu
orang-orang masa lampau biasa meninggalkan rumah mereka untuk berperang,
berdagang ,berburu, dan sebagainya, sehingga rumah-rumah mereka kosong.
3.
Rabiul awal, artinya menetap yang pertama, karena para
lelaki arab masa lampau pada bulan itu yang tadinya meninggalkan rumah mereka
kembali pulang dan menetap.
4.
Rabiul akhir, artinya menetap yang terakhir, yaitu
menetap dirumah terakhir kalinya.
5.
Jumadil awal, artinya kering/beku/padat yang pertama, pada
waktu itu air menjadi beku/padat.
6.
Jumadil akhir, artinya kering/beku/padat yang terakhir,
karena mereka mengami kekeringan yang terakhir kalinya.
7.
Rajab, artinya mulia, karena bangsa Arab tempo dulu
memuliakannya terutama tanggal 10 (untuk berkurban anak unta), tanggal 1 (untuk
membuka pintu ka’bah terus-menerus).
8.
Syaban, artinya berpencar, karena orang-orang Arab
dahulu berpencar kemana saja mencari air dan penghidupan.
9.
Ramadhan, artinya panas terik/terbakar, karena pada
bulan ini jazirah Arab sangat panas sehingga terik matahari dapat membakar
kulit artinya pembakaran bagi dosa-dosa sebagaimana disabdakan Rasulullah
Shallahu 'alayhi wa salllam.
10. Syawal,
artinya naik, karena pada bulan itu bila orang Arab hendak menaiki unta dengan
memukul ekornya maka ekornya itu naik, syawal dapat pula berarti bulan peningkatan,
amal bagi amal tambahan.
11. Dzulqaidah,
artinya si empunya duduk, karena kaum lelaki Arab dulu pada bulan ini hanya
duduk saja di rumah tidak bepergian kemanapun.
12. Dzulhijjah,
artinya si empunya haji, karena pada bulan ini sejak zaman Nabi Ibrahim as. Orang-orang
biasa melakukan ibadah Haji atau ziarah ke Baitullah, Makkah.
Menurut sistem
lunar, hari-hari keagamaan atau hari-hari islam biasa dihitung sejak
terbenamnya matahari (waktu maghrib) sebelum hari itu. Jadi, mendahului
hari-hari Masehi yang baru berganti mulai pukul 00.00 tengah malam. Yang
menjadi persoalannya sekarang adalah umat Islam belum begitu familiar dengan
kalendernya sendiri, tetapi lebih familiar dengan kalender masehi. Akibatnya,
sering terjadi kebingungan manakala ada perbedaan dalam mengawali ataupun
mengakhiri puasa misalnya. Padahal kalender hijriah yang tertulis dalam kalender yang ada di tiap
rumah keluarga muslim itu didasarkan pada perhitungan rata-rata (Hisab urfi)
yang tidak bisa dijadikan acuan dalam melakukan ibadah.(Maskufa,
2005 : 189)
Kaidah umum penanggalan tahun Hijriyah, yaitu:
a. 1 tahun
hijriyah = 354 hari (Basithah), Dzulhijjah = 29 hari = 355 hari (kabisat)
Dzulhijjah = 30 hari.
b. Tahun-tahun
kabisat jatuh pada urutan ahun ke-2,5,7,10,13,15,18,21,24,26 dan 29 (tiap 30
tahun).
c. 1 daur = 30
tahun = 10631 hari.
Menghitung
Hari dan Pasaran
Menghitung
hari dan pasaran pada tanggal 1 muharram suatu tahun dengan cara:
1. Tentukan
tahun yang akan dihitung
2. Hitung
tahun tam, yakni tahun yang bersangkutan dikurangi satu
3. Hitunglah
berapa daur selama tahun tam tersebut
4. Hitung
berapa tahun kelebihan dari sejumlah daur tersebut
5. Hitung
berapa hari selama daur yang yang ada, yakni daur kali 10631 hari
6. Hitung
berapa hari selama tahun kelebihan (lihat daftar jumlah hari tahun hijriah)
7. Jumlahkan
hari-hari tersebut dan tambahkan 1 (1 muharram)
8. Jumlah
hari kemudian dibagi menjadi 7 ;
1= Jum’at 3=
Ahad 5= Selasa 7= Kamis
2= Sabtu 4=
Senin 6= Rabu 0= Kamis
9.
Jumlah hari kemudian dibagi 5 ;
1= Legi 3=
Pon 5= Kliwon
2= Pahing 4=
Wage 0= Kliwon
Jumlah Hari Tahun
Hijriah
Th
|
Hari
|
Th
|
Hari
|
Th
|
Hari
|
Th
|
Hari
|
Th
|
Hari
|
Th
|
Hari
|
1
2
3
4
5
|
354
709
1063
1417
1772
|
11
12
13
14
15
|
3898
4252
4607
4961
5316
|
21
22
23
24
25
|
7442
7796
8150
8505
8859
|
6
7
8
9
10
|
2126
2481
2835
3189
3544
|
16
17
18
19
20
|
5670
6024
6379
6733
7087
|
26
27
28
29
30
|
9214
9568
9922
10277
10631
|
Contoh:
Tanggal; 1 Muharram 1425 H. Waktu yang dilalui 1424
tahun, lebih 1 hari atau (1424 : 30) 47 daur. Lebih 14 tahun, lebih 1 hari
47
daur = 47 x 10.631 hari = 499.657 hari
14 tahun=
(14 x 354) + 5 hari = 4.961
hari
1
hari = 1
hari +
Jumlah = 504.619
hari
504.619 : 7 = 72.088, lebih
3 = Ahad (mulai jum’at)
504.619 : 5 =
100.923, lebih 4 = Wage (mulai legi)
Jadi tanggal 1 muharram 1425 H jatuh pada hari Ahad Wage
Membuat kalender
Setelah mendapatkan hasil hari dan pasaran pada tanggal 1
Muharram dengan cara di atas, maka untuk mengetahui hari dan pasaran pada
tanggal tiap-tiap bulan berikutnya, dapat digunakan pedoman di bawah ini;
Pedoman Hari (Hr) dan
Pasaran (Ps)
Bulan
|
Hari
|
Pasaran
|
Umur
|
Bulan
|
Hari
|
Pasaran
|
Umur
|
Muharam
|
1
|
1
|
30
|
Rajab
|
3
|
3
|
30
|
Shafar
|
3
|
1
|
29
|
Sya’ban
|
5
|
3
|
29
|
Rabiul’awal
|
4
|
5
|
30
|
Ramadhan
|
6
|
2
|
30
|
Rabiul’akhir
|
6
|
5
|
29
|
Syawal
|
1
|
2
|
29
|
Jumadil Ula
|
7
|
4
|
30
|
Dzulqa’dah
|
2
|
1
|
30
|
Jumadil Akhir
|
2
|
4
|
29
|
Dzulhijah
|
4
|
1
|
29/30
|
Keterangan : Hari dan pasaran apa saja
pada tanggal 1 muharram tahun berapa saja nilainya adalah 1, sehingga untuk
bulan-bulan berikutnya, hari dan pasaranya tinggal mengurutkan hari kebeberapa
dari tanggal 1 muharram itu sesuai dengan angka yang ada pada jadwal (Hr dan
Pr) di atas.
Menghitung Hari
Untuk mengetahui hari dan pasaran suatu tanggal tertentu maka
hari dan pasaran tanggal 1 bulan itu bernilai satu, sehingga tinggal menambahkan
sampai tanggal yang dikehendaki.
Misalnya tanggal 17 Ramadhan 1425 Hijriah, karena tanggal 1
Ramadhan 1425 Hijriah jatuh pada hari jum’at kliwon, maka tanggal 17 Ramadhan
1425 hijriah jatuh pada hari Ahad Legi, yakni 17 hari dihitung dari jum’at
sehingga jatuh hari Ahad, dan 17 hari dihitung dari kliwon sehingga jatuh
pasaran Legi. (Ipi, 2010 : 113-116)
BAB
III
KAJIAN
AL-QUR’AN BERKAITAN DENGAN
SISTEM
KALENDER SYAMSIAH DAN QOMARIAH
هُوَ الَّذِي
جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاءً وَالْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوا
عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ مَا خَلَقَ اللَّهُ ذَلِكَ إِلَّا بِالْحَقِّ
يُفَصِّلُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan
bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan
bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah
tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan
tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui. (Yunus:5)
Ayat ini menjelaskan tentang:
1.
Sistem penanggalan
2.
Untuk mengetahui bilangan tahun
3.
Untuk mengetahui hisab ( waktu, amal diri). (Johan,
2011 : 3)
Dr. Quraisy Shihab
mengkategorikan ayat ini sebagai mukjizat ilmiah dari al-Qur'an. Karena
secara akurat telah melakukan pemufakatan kalender Syamsiyah-qomariyah sebelum
dikenalnya ilmu falak di Arab, bahkan Rasul yang membawanya adalah seorang yang
buta huruf. Dalam hitungan falak, bila tiga ratus tahun Syamsiyah dikonversi ke
dalam qamariyah, maka akan terjadi selisih sembilan tahun (300 dan 309). Tahun
syamsiyah berjumlah 366 hari sedang qamariyah 355. Terjadi selisih 11 hari. 300
dikalikan 11 menjadi 3300 (9 tahun).
Pilihan terhadap tahun
qamariyah banyak ditegaskan dalam hadits, diataranya adalah: Rasulullah SAW
bersabda: “Berpuasalah kalian karena
melihat bulan dan jangan berpuasa (berhari raya) karena melihat bulan. Apabila
kalian terhalang oleh awan, maka sempurnakan jumlah bulan Sya'ban menjadi tiga
puluh hari”(HR. Bukhori).
Jelas sekali dalam
hadits ini, Rasulullah SAW menetapkan dasar kalender Islam pada peredaran bulan
qamariyah. Dan, Islam bukan yang pertama kali menggunakan peredaran bulan dalam
sistem penanggalan. Muhammad Ridha dalam al-Faruq
Umar ibn al-Khatthab mencatat
bahwa sistem kalender yang digunakan Arab kuna hanyalah qamariyah. Namun, pada
masa-masa menjelang diutusnya Rasulullah SAW mereka
menggunakan dua kalender syamsiyah-qamariyah sekaligus. qamariyah digunakan
sebagai kalender keagamaan, sedangkan syamsiyah untuk urusan politik dan lain
sebagainya.
Memang benar kalau ada
anggapan adanya masalah yang ada dalam kalender syamsiyah, tapi masalah itu
lahir setelah kalender itu ada. Permasalahan ini bermula dari kebijakan Julius
Caesar setelah dinobatkan sebagai kaisar Roma, dia memutuskan untuk mengganti
penanggalan tradisional Romawi yang telah diciptakan sejak abad ke-7 SM. Dalam
mendesain kalender baru ini, Julius Caesar dibantu oleh Sosigenes, ahli
astronomi dari Aleksandria, yang menyarankan agar penanggalan baru itu dibuat
dengan mengikuti revolusi matahari, sebagaimana yang dilakukan orang-orang
Mesir. Karena tujuan awal dari pembuatan kalender ini adalah menentukan jadual
kebaktian gereja-gereja Katolik dan Protestan.
Termasuk untuk
menentukan perayaan Paskah di seluruh dunia, maka kemungkinan besar dalam
rekayasa pastilah sangat rawan. Karena kalender yang menyesuaikan keinginan
mereka, bukan ilmu yang menetapkan kebenarannya seperti pada awal lahirnya
syamsiyah itu sendiri. (Anonim, 2010:7)
Didalam tafsir almisbah menjelakan
bahwa, Kata
dhiya’ dipahami oleh ulama masa lalu sebagai cahaya yang sangat terang karena
menurut mereka yat ini menggunakan kata tersebut untuk matahari dan menggunakan
kata nur untuk bulan sedangkan cahaya bulan tidak seterang cahaya matahari.
Hanafi ahmad, yang menulis tafsir tentang ayat-ayat kauniyah, membuktikan bahwa
alquran menggunakan kata dhiya’ dalam berbabagai bentuknya untuk benda-benda
yang cahayanya bersumber dari dirinya sendiri. Alquran misalnya menggunakan
kata tersebut untuk api(2:17)
Perumpamaan
mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi
sekelilingnya, Allah menghilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan
membiarkan mereka dalam kegelapan, mereka tidak dapat melihat.(QS. Al-Baqarah :
17)
kilat(QS. Al-baqarah: 20)
Hampir
– hampir kilat itu menyambar penglihatan mereka. Setiap kali kilat itu
menyinari mereka, mereka berjalan dibawah sinar itu, dan bila gelap menimpa
mereka, mereka berhenti. Jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia melenyapkan
pendengaran dan penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala
sesuatu. (QS. Al-Bagarah : 20)
minyak zaitun (QS. An-Nur: 35)
Allah
(pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah adalah
seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang didalamnya ada pelita besar. Pelita
itu ada didalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya)
seperti mutiara yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya,
(yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak disebelah timur (sesuatu) dan tidak pula
disebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi walaupun
tidak disentuh api. Cahaya diatas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing
kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat
perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala
sesuatu.(QS.An-Nur :35)
Penggunannya pada ayat
ini untuk matahari membuktikan bahwa alquran menginformasikan bahwa cahaya
matahari bersumber dari dirinya sendiri,bukan pantulan dari cahaya lain. Ini
berbeda dengan bulan yang sinrnya dilukiskan dnegan kata nur untuk
mengisyaratkan bahwa sinar bulan bukan dari dirinya sendiri tetapi pantulan
dari cahaya matahari. Dengan demikian ayat ini mengandung isyarat ilmiah yang
merupakan salah satu aspek kemukjizatan al-qur’an.
Asy-sya;rawi menulis
bahwa ayat ini menamai sinar matahari dhiya’ karena cahayanya mengahsilkan
panas/kehangantan, sedang kata nur memberi cahaya yang tidak terlalu besar dan
juga tidak menghasilkan kehangatan. Dari sini, tulisnya , dapat kita berkata
bahwa sinar matahari bersumber dari dirinya sndiri sedangkan cahaya bulan
adalah pntulan. Disisi lain, tulisnya patron kata dhiya dapat dipahami dalam
arti jama’ dapat pula dalam arti tunggal. Ini mengisyaratkan bahwa sinar
matahair bermacam-macam walaupun sumbernya hanya satu. Bila anda memahaminya
tunggal , ia meunjuk kepada sumber sinar itu, dan pada saat anda memahaminya
sebagai jamak, ia menunjuk pada aneka sinar matahari.. anda melihatnya merah
pada saat ia tenggelam,kuning pada siang hari. Pelangi atau lengkung spektrum
yang tampak di langit akibat pembiasan sianr matahari oleh titik hujan atau
embun menghasilkan tujuh pancaran warna berbeda-beda.
Masih dalam kitab tafsir
almisbah, kata qodaruhu manazila dipahami dalam arti allah
menjadikan bagi bulan manzilah-manzilah yakni tempat-tempat dalam perjalannanya
mengitari matahari , setiap malam ada tempatnya dari saat ke saat
sehinggaterlihat dibumi ia selau berada sesuai dengan posisinya dengan
matahari. Inilah yang menghasilkan perbedaan-perbedaan bentuk bulan dalam
pandangan kita di bumi. Dari sini pula dimungkinkan untuk menentukan
bulan-bulan komariah. Untuk mengelilingi bumi,bulan menempuh nya selama 29 hari
12 jam 44 menit dan 2,8 detik.
Kata tersebut bukan
hanya terbatasi pada bulan tetapi juga matahari. Memang dhomir yang digunakan
ayat ini berbentuk tunggal, tetaopi murut mereka alquran tidak jarang
menggunakan bentuk tunggal tetapi maksudnya adalah dua dalam rangka
mempersingkat. (Shihab,
2002 : 332-333)
Lebih rinci lagi, ayat tersebut
menjelaskan posisi-posisi bulan dalam setiap revolusi. Sebagaimana ibnu katsir
menjelaskan dalam kitabnya bahwa Allah menjadikan
kekuasaan matahari pada siang hari dan kekuasaan bulan pada malam hari. Allah
menentukan bulan pada manzilah-manzilah(tempat-tempat bagi perjalanan bulan),
maka mula-mula bulan itu kecil kemudian cahaya dan bentuknya semakin bertambah
sehingga ia menjadi penuh cayanya dan sempurnalah purnamanya, kemudian mulailah
ia mengecil hingga kembali kepada bentuk
semula dalam waktu satu bulan sebagaiman dalam firman Allah (yasin:39)
tyJs)ø9$#ur
çm»tRö£s%
tAÎ$oYtB
4Ó®Lym
y$tã
Èbqã_óãèø9$%x.
ÉOÏs)ø9$#
ÇÌÒÈ
Maka
dengan matahari, kamu mengetahui hari-hari, dan dengan bulan kamu mengetahui
bilangan bulan-bulan dan tahun-tahun.(QS.Yasin : 39)
(Ibnu Katsir, 2008 : 244)
Dalam tafsir almaraghi,
dijelaskan ibroh atau pelajaran dari penetapan bulan sebagai titik acuan
perhitungan bulan dan tahun yakni Manzilah bulan sebagai sarana mengetahui
bilangan tahun dan hisab.
Dalam menjalankan rembulan dalam falaknya, Allah telah menentukan
tempat-tempat persinggahan pada setiap malam, rembulan itu singgah pada salah
satunya, tanpa melampaui dan tanpa terlambat dari padanya. Tempat persinggahan
itu ada 28 banyaknya. Rembulan itu bisa dilihat dengan mata kepala sendiri pada
tempat persinggahan tersebut, sedang pada satu atau dua malam lainnya ia
tetutup.
Dengan adanya sifat
kedua benda angkasa seperti itu yang telah ditentukan tempat-tempat
persinggahannya sebagaimana tersebut, dimaksudkan supaya kamu dapat mengetahui
perhitungan bulan atau hari, supaya kamu dapat menetapkan ibadah dan mu’amalah
mu, baik yang berkaitan dengan harta atau kemajuan lainnya.
Andaikan tidak ada
aturan yang mudah disaksikan ini, tentu sulit bagi orang-orang yang tidak
mengenal bangku sekolah, baik orang desa maupun orang kota, untuk mengetahui
waktu dengan tetap. Karena perhitungan tahun dan bulan yang didsasrkan pada
perhitungan peredaran matahari tidak bisa diketahui kecuali dengan belajar di
sekolah. Oleh karena itu, syari’ Yang Maha Bijaksana kemudian menjadikan puasa,
haji dan iddah talaq berdasarkan perhitungan yang didasarkan pada peredaran
bulan. Yakni, perhitungan yang bisa diketahui oleh siapa saja, dengan cukup
menyaksikannya.
Khusus untuk ibadah
puasa dan haji, ada hikmah yang lain, yaitu, bahwa kedua-duanya harus
dijalankan pada musim tertentu dalam tahun itu, bagi kaum muslimin , tetap
wajib melaksanakan kedua macam ibadah tersebut, pada musim apa saja, baik
saatnya musim panas, dingin, ataupun sedang.
Namun demikan, bukan berarti tidak
menganjurkan supaya memanfaatkan perhitungan matahari, sebagaiman firman Allah:
ߧôJ¤±9$#
ãyJs)ø9$#ur
5b$t7ó¡çt¿2
ÇÎÈ
Matahari
dan bulan (beredar) menurut perhitungan. (QS. Ar-Rahman : 5)
(Almaraghi,
1993 : 125)
BAB
IV
KESIMPULAN
Alat-alat untuk
menetukan posisi bintang sangatlah beragam, posisi bintang dapat menentukan
arah sehingga para nelayan yang berlayar tidak tersesat saat pulang. Alat-alat
tersebut setiap zamannya terus berkembang mulai dari yang sederhana hingga
modern. Kamal adalah alat pertama
untuk menentukan posisi bintang dan yang peling alat terbaru yang digunakan
saat ini adalah sextant. Selain untuk
menentukan arah, posisi bintang juga berfungsi untuk menentukan arah kiblat dan
menetukan waktu.
Kalender syamsiyah/masehi adalah
sistem kalender yang perhitungannya didasarkan pada peredaran bumi mengelilingi
matahari dimulai pada saat matahari berada pada titik Aries. Kalender
Masehi yang kita pakai sekarang ini adalah contoh kalender matahari. Satu tahun
dibagi menjadi 12 bulan ; Januari, Februari, Maret, April, Mei, Juni, Juli,
Agustus, September, Oktober, November dan Desember.
Kalender qomariah
(Hijriah) adalah kalender yang mengikuti irama siklus fase bulan. Kalender
bulan juga bertaut erat dengan siklus pasang surut air laut. Dalam
peredarannya, bulan melakukan tiga gerakan sekaligus, yaitu rotasi, revolusi,
dan bersama dengan bumi mengitari matahari. Kalender Hijriah dibangun
berdasarkan rata-rata silkus sinodik bulan kalender lunar
(qomariyah), memiliki 12 bulan dalam
setahun yaitu : Muharam, Safar, Rabiulawal, Rabiulakhir, Jumadilawal, Jumadilakhir, Rajab, Syakban, Ramadhan, Syawal, Zulkaidah, Zulhijah.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar